Kamis, 13 Januari 2011

Sistem Ekonomi Indonesia Bukan Kapitalis 1


Krisis ekonomi Indonesia semakin terasa mencekik mayoritas rakyat. Sektor finansial yang terus tertekan oleh perilaku mata uang US Dollar, berdampak kepada semakin mengecilnya nilai rupiah terhadap mata uang asing (soft currency) dalam pergaulan keuangan internasional. Keadaan ini semakin memperbesar biaya konsumsi masyarakat sebab sektor produksi Indonesia masih sangat bergantung pada bahan baku impor, serta barang konsumsi di Indonesia lebih banyak dikuasai oleh peredaran barang impor, sehingga harga barang-barang konsumsi didalam negeri cenderung menaik.
Perilaku investor yang berkiprah di pasar modal semakin kentara sebagai kaum kapitalis yang oportunis, pada kondisi US Dollar meningkat, mereka beralih ke pasar uang, hal ini menunjukan bahwa aktivitas ekonomi yang relatif  mengandalkan gairah investasi (di pasar modal) dalam negeri akan terganggu, yang pada akhirnya sektor riil semakin menurun aktivitasnya, bahkan kecenderungan mengalami kerugian semakin membesar. Kondisi ini semakin diperparah oleh kebijakan peningkatan tingkat suku bunga SBI, artinya dalam jangka menengah sektor riil akan dihadapkan kepada beban biaya modal yang besar, serta dihadapkan pula kepada sulitnya melakukan efisiensi ketika tingkat bunga pinjaman semakin besar.
Kehendak dari peningkatan SBI adalah merangsang bertumbuhnya nilai tabungan nasional, namun dalam kondisi daya beli masyarakat rendah, keinginan BI sepertinya sedang menuai angin. Kecuali mengharapkan munculnya tabungan masyarakat asing yang ingin menikmati tingginya tingkat bunga di dalam negeri, jika hal ini menjadi tujuan sama artinya Indonesia sedang melakukan capital flight dengan sengaja, atau tengah menciptakan ketidakmerataan pendapatan dengan lag yang semakin lebar antara pengusaha besar yang memiliki kemampuan finansial dengan pengusaha UMKM yang sesungguhnya telah teruji tangguh dalam mempertahankan ekonomi bangsa dalam kondisi krisis.
Memperkecil kemampuan produksi UMKM berarti melemahan perekonomian bangsa, serta tengah mengundang ketergantungan baru terhadap produsen asing. Sungguh sangat tidak ideal dimana fundamen ekonomi Indonesia ditopang oleh UMKM yang padat karya (human intensive) namun dipaksa untuk mengikuti perilaku Kapitalisme dunia, maka dengan sangat gampang kita menilai, bahwa otoritas moneter, serta pengambil keputusan ekonomi negeri ini adalah pengidola kapitalisme yang kakinya tidak menyentuh fundamen ekonomi nasional.
Membanjirnya jumlah barang dan jasa impor serta bertambahnya jumlah perusahan asing (baik manufaktur maupun jasa keuangan) di dalam negeri akan menggeser perilaku usaha produktif masyarakat dalam negeri menjadi pedagang dan pegawai, khususnya menjadi pedagang barang-barang impor dan pegawai perusahaan asing di dalam negeri. Keadaan ini sedang melemahkan daya kreasi masyarakat untuk meningkatkan tingkat teknologi dalam negeri, maupun melemahkan daya inovasi masyarakat kreatif, sehingga produksi nasional akan semakin menurun dan ketergantungan terhadap produk impor akan semakin bertambah.
Upaya yang semestinya dilakukan oleh Indonesia agar dicapai kemandirian ekonomi bangsa adalah :
1.    Merumuskan kembali independensi Bank Sentral (Bank Indonesia) yang melahirkan kecenderungan kontradiksi antara kebijakan ekonomi (sektor riil) dengan kebijakan moneter, misalnya penerapan kebijakan ekonomi kerakyatan untuk menumbuhkan produksi nasional tidak didukung dengan kebijakan moneter yang searah (contoh : kebijakan kredit usaha pertanian seringkali diperlakukan sama dengan kebijakan kredit untuk industri manufaktur). Seringkali BI melakukan adaptasi dengan kebijakan moneter USA, misalnya kebijakan penurunan tingkat suku bunga SBI beradaptasi dengan penurunan tingkat suku bunga the fed akibat Amerika terkena krisis perumahan, ketika pemerintah USA melakukan kebijakan pemberian bantuan kepada sektor perumahan dan berakibat US Dollar terapresiasi, serta merta BI melakukan kebijakan peningkatan tingkat suku bunga SBI. Adaptasi yang sangat aktif ini mencerminkan bahwa kebijakan moneter Indonesia mengekor kebijakan moneter USA dalam arti daya analisis moneter dalam negeri lebih mengedepankan hasil analisis asing. Pada saat sistem ekonomi Indonesia berbeda dengan sistem ekonomi USA bahkan struktur ekonominya pun berbeda, maka tidak harus Indonesia mengekor kebijakan USA, bahkan pengembangan kebijakan ekonomi yang berdasar kepada sistem ekonomi yang berlaku di Indonesia harus lebih diupayakan. Demikian pula halnya dengan independensi BI, tidak harus Indonesia mengikuti langkah Negara-negara kapitalis (khususnya USA) yang melakukan independensi bagi Federal Reserve Bank, sebab sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi Pancasila yang mengedepankan aktivitas ekonomi dalam bentuk perilaku KOPERASI.
2.    Mempertinggi konsistensi penggunaan sumberdaya alam yang menyangkut kehidupan rakyat banyak dikuasi oleh Negara sebagai pelaksanaan amanat Undang-undang Dasar. Banyak sumber daya ekonomi yang telah diswastanisasi, misalnya sumberdaya air, barang tambang (emas, batu bara, gas alam, minyak bumi dll), sehingga rakyat Indonesia yang semestinya menikmati kekayaan alam dalam negeri dengan harga yang sesuai dengan kemampuan ekonomi rakyat harus beradaptasi dengan harga internasional yang tidak seimbang dengan daya beli masyarakat. Apabila praktik swastanisasi kekayaan alam yang menyangkut hajat hidup rakyat harus dilakukan, maka harus diamandemen terlebih dahulu UUD yang berkenaan dengan hal tersebut, dan jadilah Indonesia bersistem ekonomi liberal kapitalis.
3.    Meningkatkan upaya mencerdaskan kehidupan rakyat Indonesia melalui peningkatan kreativitas masyarakat dan generasi dalam memperoduksi komoditas yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, serta meningkatkan sarana dan dana untuk menumbuhkan tingkat teknologi terapan di dalam negeri melalui sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Peningkatan kemampuan produksi nasional harus pula disertai dengan upaya pembangunan pasar yang memadai di dalam negeri, pembangunan mall dan super market diberbagai daerah diarahkan sebagai pengembangan fasilitas pasar tradisional bukan sebagai penghancur pasar tradisional. Kecenderungan pasar modern di Indonesia lebih mengarah kepada memfasilitasi perdagangan produk impor, dengan demikian maka selayaknya izin pembangunan dan pengembangan pasar modern diikuti dengan peraturan peningkatan jumlah komoditas local yang diperdagangkan di pasar modern tersebut, atau pasar modern dibangun oleh anggota koperasi pasar tradisional sebagai upaya peningkatan kualitas sarana pasar radisional yang telah ada sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar